Apakah Seni Harus Indah? Debat Estetika Baru di Kalangan Seniman Muda 2025
Uncategorized

Apakah Seni Harus Indah? Debat Estetika Baru di Kalangan Seniman Muda 2025

Lo pernah nggak masuk gallery terus liat karya yang bikin geleng-geleng? Yang lukisannya kayak coretan anak TK, atau instalasi dari sampah plastik. Terus ada yang komentar: “Ini mah bukan seni, yang bener aja.”

Nah, di kalangan seniman muda 2025, justru pertanyaannya dibalik: apakah seni harus indah? Buat mereka, keindahan tradisional itu seperti penjara. Comfort zone yang bikin seni nggak berkembang. Beneran.

Gue ngobrol sama beberapa seniman muda minggu lalu, dan pemikiran mereka bikin gue mikir ulang definisi seni selama ini. Mereka bilang keindahan klasik itu udah nggak relevan. Bahkan menyesatkan.

Keindahan Itu Standar Siapa Sih?

Kita dari dulu dikondisikan bahwa seni yang bagus itu yang enak dipandang. Warna harmonis. Komposisi seimbang. Tapi menurut riset terbaru, 67% seniman muda merasa terkekang dengan standar keindahan konvensional ini.

Mereka nanya: siapa yang nemuin standar itu? Kenapa landscape lukis minyak dianggap lebih “seni” daripada graffiti di tembok kota?

Contoh nyata nih: Ade, temen gue yang lulusan ISI. Dulu karyanya realis banget, technically flawless. Tapi dia bilang: “Gue merasa jadi mesin fotokopi. Nggak ada jiwa.” Sekarang dia bikin instalasi dari ranting pohon patah dan kawat berduri. Nggak indah, tapi powerful.

Atau Maya yang spesialis digital art. Karyanya sekarang full of glitch, distortion, dan warna yang sengaja clash. Katanya: “Dunia kita nggak perfect, kenapa seni harus perfect?”

Tiga Contoh Seni “Tidak Indah” yang Justru Powerful

  1. Proyek “Urban Anxiety” – Rizal bikin series foto dengan angle yang awkward banget, blur, dan overexposed. Hasilnya? Bikin uneasy. Tapi itu exactly what he intended. Dia mau nangkep perasaan cemas hidup di kota besar. Dan somehow, kita yang liat bisa relate.
  2. Sound Installation dari Noise Polusi – Sasha rekam suara bising kota: klakson, mesin, deru mobil. Dia mix jadi komposisi yang chaotic. Nggak enak didengar. Tapi itu bikin kita sadar: ini suara keseharian kita yang sebenernya nggak sehat.
  3. Patung dari E-Waste – Bukan patung cantik dari marmer. Tapi tumpukan keyboard rusak, motherboard bekas, kabel-kabel. Liarnya? Justru di situe pesannya: kita dikelilingi sampah teknologi yang “indah” secara permukaan.

Tapi Ini Bukan Alasan Buat Asal-Asalan

Common mistakes yang gue liat di komunitas seniman muda:

  • Ngerasa “anti-indah” berarti nggak perlu skill teknik
  • Bikin karya yang cuma shock value tanpa depth
  • Nggak bisa jelasin konsep di balik karya yang “jelek”
  • Menghina seniman yang masih pake estetika tradisional

Yang bener tu: pilihan untuk nggak make estetika indah harus deliberate. Disengaja. Punya alasan konseptual yang kuat.

Bukan sekadar: “ah, gue males belajar anatomy yang bener”

Gimana Kalau Mau Eksplor Tapi Takut Dijudge?

Mulai dari hal kecil dulu. Jangan langsung bikin karya monumental yang kontroversial.

Coba ubah approach sedikit. Misal lo pelukis landscape: coba lukis pemandangan yang same tapi dengan palette warna yang unnatural. Atau dengan brushwork yang lebih aggressive.

Atau lo fotografer: coba eksperimen dengan composition yang “salah” secara tradisional. Subject yang dipotong awkwardly. Focus yang nggak tepat.

Tanya diri sendiri: apa yang pengen gue sampaikan? Kalo cuma pengen beda doang, ya hasilnya superficial.

Yang Paling Penting: Authenticity

Di akhir hari, seni itu tentang kejujuran. Tentang menyampaikan sesuatu yang meaningful.

Kalo lo ngerasa estetika indah itu masih cocok buat lo, ya gas aja. Jangan ikut trend anti-indah cuma karena lagi happening.

Tapi kalo lo ngerasa terkekang, coba break free. Eksplor. Buat karya yang bikin uncomfortable. Yang nantang pemikiran orang.

So, balik ke pertanyaan awal: apakah seni harus indah?

Buat seniman muda 2025, jawabannya: nggak harus. Yang penting punya makna. Punya suara. Punya keberanian untuk berbeda.

Karya lo mungkin nggak akan dipajang di rumah mewah. Tapi mungkin akan menginspirasi orang buat mikir berbeda. Dan di era dimana AI bisa bikin gambar “indah” dalam hitungan detik, justru seni yang challenging dan thoughtful yang akan bertahan.

Gimana? Ready buat tinggalkan comfort zone dan bikin karya yang sebenernya lo pengen bikin?

Anda mungkin juga suka...